Rabu, 23 November 2011

Bagaimana Mengubah Perilaku Orang Lain?

 
Pertanyaan seperti itu seringkali mampir di telinga kita ketika perilaku orang lain tidak berkenan di hadapan kita.
Pendekatan learning mengatakan bahwa perilaku adalah produk atau hasil dari suatu proses belajar, dimana terjadi perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat dari pengalaman yang telah diperoleh. Dengan demikian, perilaku yang sudah dipelajari dan relatif menetap menjadi sulit untuk berubah, kecuali ada perilaku baru yang akan dibentuk. Untuk terjadinya perilaku yang baru, penjelasan berikut mungkin dapat membuka wawasan untuk memahami persoalan di atas.
Manusia dapat diubah perilakunya, dengan syarat mereka digolongkan sebagai ’manusia pasif’, sehingga bisa dibentuk sekehendak hati si pengubah perilaku. Dalam hal ini manusia diperlakukan sebagai ’objek’ yang bisa dimanipulasi dan dibentuk. Kalaupun ada manusia seperti itu, maka usaha membentuk atau mengubah perilakunya memerlukan penguat perilaku (reinforcement) yang tepat. Reinforcement mutlak harus ada dalam pembentukan perilaku dengan cara ini. Misalnya memperoleh keuntungan atau efek yang menyenangkan sebagai imbalan secara langsung segera setelah terjadi perubahan perilaku sekecil apapun. Kalau keuntungan atau imbalan tersebut tidak ada, atau tidak mengikuti perubahan yang dilakukan, maka harapan untuk terjadinya perubahan perilaku tentu saja tidak terpenuhi.
Sementara itu, jika manusia tersebut adalah tergolong ’manusia aktif’ maka perubahan perilaku hanya akan terjadi kalau manusia tersebut memang menginginkan perubahan. Hal itu dikarenakan ’manusia aktif’ memiliki kehendak untuk berbuat sesuatu, memiliki potensi mengembangkan diri, memiliki kesadaran akan hak-haknya, Adanya sesuatu di luar dirinya yang memaksa mereka untuk berubah, sementara mereka tidak menginginkan perubahan, tentu saja akan mendapatkan perlawanan sesuai kemampuan mereka. Dalam hal itu, perubahan perilaku dapat terjadi jika mereka dilibatkan dalam sistem perubahan itu sendiri, bukan sebagai ’objek yang harus diubah’, tetapi sebagai ’subjek’ yang juga bertindak sebagai pelaku proses perubahan. Ketika muncul keberatan-keberatan sebagai akibat ketidakharmonisan antara proses serta tujuan dilakukannya perubahan dengan hati nurani, hak-haknya dan kesadarannya sebagai ’manusia’, maka hal itu pun harus dihargai dan dipahami sebagai variabel yang tidak dapat diabaikan. Kalau hal itu diabaikan, maka perubahan perilaku tidak akan dapat berjalan dengan baik, karena si pelaku perubahan menjadi tidak menginginkan perubahan lagi. Keberatan-keberatan tersebut dapat terjadi kapan saja, ketika manusia menyadari adanya ketimpangan, ketidakharmonisan, kesenjangan yang mulai dirasakan. (Winanti Siwi Respati – Fak Psi Universitas Esa Unggul )