Rabu, 23 November 2011

http://winanti5599.blog.esaunggul.ac.id/


Perkembangan Self dalam Kepribadian Individu 
 
Dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai beberapa konsep yang sering dikaitkan dengan Self (diri) misalnya self concept, self confidence, self esteem, self image, self efficacy, dll. Konsep yang terkait dengan self tersebut merujuk pada perkembangan kepribadian seseorang. Orang dengan self yang positif akan nampak sebagai orang dengan kepribadian yang sehat. Penting memahami terbentuknya diri (self) agar di masa depan terbentuk pribadi-pribadi yang sehat. Berikut adalah perkembangan self yang merupakan suatu prasyarat terbentuknya kepribadian yang sehat dan unik.
1) Physical self (diri jasmaniah). Terbentuk sejak lahir sampai kira-kira usia 15 bulan. Berangsur-angsur dengan semakin bertambah kompleksnya pengalaman belajar dan perceptual, maka berkembang juga suatu perbedaan yang masih kabur antara sesuatu yang ada ‘dalam diri saya’ dan hal ‘yang lain’ di luarnya. Ketika bayi menyentuh, melihat, mendengar apa yang dia lakukan, apa yang dilakukan orang lain, benda-benda, maka perbedaan itu menjadi lebih jelas. Tokoh Humanistik – Allport – menyebutnya sebagai ’jangkar abadi’ untuk kesadaran diri manusia.
2) Self Identity (identitas diri). Segi yang sangat penting dalam identitas diri adalah ’nama’. Hal itu menjadi lambang dari kehidupan seseorang yang mengenal dirinya dan membedakannya dari semua diri yang lain. Dengan demikian setiap manusia perlu memiliki nama. Walaupun Shakespeare mengatakan what is a name (apa arti sebuah nama).
3) Self Esteem (harga diri). Terbentuknya kurang lebih mulai usia dua tahun. Hal ini muncul dalam bentuk perasaan bangga karena berhasil mengerjakan sesuatu atas usahanya sendiri. Menciptakan sesuatu dari benda-benda yang ada di sekitarnya, mengeksplorasi dan memuaskan perasaan ingin tahunya tentang lingkungan, memanipulasi dan mengubah lingkungan tersebut. Dorongan untuk memanipulasi dan mengeksplorasi lingkungan ini sangat besar dalam diri anak. Apabila orang tua menghalanginya, maka perasaan harga diri yang timbul dapat rusak. Akibatnya, timbul perasaan tidak mampu dan marah. Kebutuhan anak akan otonomi ini akan tercermin dalam perilaku negativistik (membangkang). Dengan demikian perilaku negativistik yang dimunculkan anak sebetulnya pertanda dari usahanya mengembangkan self esteem tersebut..
4) Self extension (perluasan diri). Terbentuknya kurang lebih mulai usia empat tahun. Pada saat ini anak sudah mengembangkan perhatian di luar dirinya, mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam lingkungannya dan fakta bahwa beberapa di antaranya adalah miliknya. Mereka mulai mempelajari arti dan nilai dari ’milik’ seperti yang terungkap dalam kata ’milikku / kepunyaanku’. Hal ini merupakan permulaan dari kemampuan anak untuk memperpanjang dan memperluas dirinya tentang abstraksi-abstraksi, nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan.
5) Self image (gambaran diri), yaitu bagaimana anak melihat diri dan pendapat tentang dirinya. Hal ini berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua – anak. Lewat pujian dan hukuman, anak belajar menampilkan tingkah laku – tingkah laku tertentu dan menjauhi tingkah laku – tingkah laku lainnya. Dengan mempelajari harapan-harapan orang tua ini, anak mengembangkan dasar untuk suatu perasaan tanggung jawab moral serta untuk perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
6) Rasional Self (diri rasional). Muncul pada usia sekolah. Aturan-aturan dan harapan-harapan baru dipelajari dari guru dan teman-teman sekolah. Hal yang penting di sini adalah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual. Anak belajar memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan proses-proses yang logis dan rasional.
7) Propriate Striving of Self (perjuangan diri yang menentukan tujuan hidup selanjutnya). Mulai terbentuk pada masa remaja. Masa remaja merupakan suatu masa yang menentukan, sibuk mencari identitas diri yang baru yang berbeda dengan identitas diri usia dua tahun. Jawaban atas pertanyaan who am i sangat penting. Hal ini dikarenakan remaja didorong dan ditarik dalam arah-arah yang berbeda oleh orangtua dan kawan-kawan sebaya. Mengadakan percobaan dengan kedok-kedok dan peranan-peranan, menguji gambaran diri, berusaha menemukan suatu kepribadian yang dewasa. Hal yang sangat penting dalam pencarian identitas ini adalah definisi tentang suatu tujuan hidup. Pada saat ini, untuk pertama kalinya seseorang memperhatikan betul masa depan, tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang. Suatu kegagalan atau kekecewaan yang hebat pada setiap tingkatan pembentukan self akan melumpuhkan penampilan pada tingkat-tingkat berikutnya serta menghambat integrasi yang harmonis dari keseluruhan tingkatan tersebut. Dengan demikian pengalaman-pengalaman yang diperoleh pada masa kanak-kanak dan perkembangannya dalam setiap tingkatan pembentukan self tersebut sangat penting untuk terbentuknya kepribadian yang sehat.  (WSR)